Skuad Hijau Timnas Indonesia seperti Kurang Nyali namun Cerdas
Sulbar, PaFI Indonesia — Performa Timnas Indonesia yang didominasi pemain U-22 tampil tidak mengecewakan saat melawan Myanmar di Piala AFF 2024 atau ASEAN Championship.
Menghadapi Singa Burma, julukan Myanmar, yang lebih senior, Muhammad Ferarri dan kawan-kawan tak gentar. Sebaliknya tim asuhan Shin Tae Yong ini main lugas dan berani.
Sepanjang 90 menit pertandingan, Indonesia menguasai jalannya laga, 57 persen berbanding 43 persen. Jumlah tembakan ke gawang juga lebih tinggi, 17 berbanding 12.
Tampil dengan susunan pemain mengejutkan, di mana ada tujuh debutan dimainkan dan mencadangkan Asnawi Mangkualam serta Rafael Struick, kualitas Indonesia tak terdegradasi.
Kualitas umpan skuad Garuda juga tetap tinggi, 80 persen (305 presisi dari 377 umpan). Ketika pemain lawan mulai keram di sepertiga akhir laga, pemain Indonesia tampak prima.
Percobaan yang dilakukan Shin pun berjalan dengan baik. Dony Tri Pamungkas yang seorang bek sayap kiri, tampil disiplin dan cerdas saat direposisi sebagai bek tengah.
Karena performanya itu Dony ditetapkan sebagai man of the match pertandingan. Namun, reposisi Pratama Arhan dari bek sayap kiri menjadi full back kanan berjalan kurang mulus.
Keputusan Shin memasang Arkhan Kaka sebagai starter, dengan mencadangkan Rafael Struick atau Ronaldo Kwateh, terbilang berani. Ini hampir mirip kisah Hokky Caraka beberapa tahun lalu.
Shin tetap teguh memasang Hokky, kendati kritik tajam menghujani. Hokky, kata Shin, perlu jam terbang untuk matang. Hal sama diperlakukan kepada Arkhan yang masih 17 tahun.
Yang perlu diingat, ini baru awalan. Biasanya performa pemain belum maksimal di pertandingan pertama sebuah kejuaraan. Artinya performa pemain bisa naik lagi di duel-duel selanjutnya.
Ini pertanda pula kemenangan atas Laos di kandang (Stadion Manahan) pada Kamis (12/12) nanti sangat realistis digapai. Kekalahan 1-4 Laos dari Vietnam kiranya jadi sinyal untuk Timnas Indonesia dan Shin Tae Yong.
Wajah Timnas Indonesia di Piala AFF 2024 ini terlihat begitu sportif, dalam artian santun, sopan, tak meledak-ledak emosinya saat dikasari lawan.
Pemain Indonesia seperti seorang junior di sekolah yang tak melawan saat dikasari senior. Cara melawan yang dilakukan adalah dengan menunjukkan unggul kecerdasan intelektualitas.
Ini kontras dengan wajah Timnas Indonesia di Piala AFF sebelumnya. Jika ada pemain Indonesia yang dikasari lawan, keributan hampir pasti pecah sebagai respons manusiawi.
Sebaliknya, begitu kepala Marselino Ferdinan jadi sasaran tembakan bola dengan sengaja oleh bek Myanmar, pemain Indonesia datang mendekat hanya untuk protes.
Sekilas, ini menunjukkan pemain-pemain muda Indonesia ciut nyali. Namun di satu sisi memperlihatkan mentalitas tinggi. Perlakuan kasar lawan tak membuat emosi pemain lepas landas.
Sikap sportif begini kiranya perlu dijaga. Rasanya tak perlu penyikapan berlebihan atas situasi di lapangan, yang dampaknya mengganggu fokus dan konsentrasi pertandingan.
Hanya saja, gaya santun seperti ini akan dimanfaatkan pemain-pemain nakal Vietnam, Thailand, atau Malaysia. Sikap ‘nakal dengan cerdas’ kiranya perlu diasah pula agar lawan tak semena-mena.
Dan, pertandingan melawan Laos bisa menjadi alat ukur. Jangan karena bermain di kandang, di depan pendukung setia, jadi arogan terhadap lawan. Jadi jago kandang atau preman kampung.
Shin tentu bisa membaca tabiat pemain Indonesia. Laga melawan Laos sangat vital dampaknya untuk pertandingan tandang melawan Vietnam. Jangan sampai emosi terkuras lebih dulu.
Rotasi skuad kemungkinan kembali dijalankan Shin, mengingat jadwal padat. Setelah melawan Laos, ada laga tandang ke Vietnam. Jika tak dirancang dengan baik, kondisi pemain bisa menurun.
Itu mengapa mentalitas selalu jadi penekanan Shin. Saat mentalitas dibalut dengan intelektualitas, lawan yang nakal hanya perlu dibalas dengan cerdas. Ini tak ada kaitannya dengan nyali.